HAMIL KEMBAR

DEFINISI
—-Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan1.
—-
ETIOLOGI
1. Kembar Monozigotik
—-Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang dibuahi yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing dengan potensi untuk berkembang menjadi suatu individu yang terpisah.
Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut :
• Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio, dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu.
• Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik.
• Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik.
• Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.
2. Kembar Dizigot
—-Dizigotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.
—-
PATOFISIOLOGI
—-Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.1,2 Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.
—-Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.
—-Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
—-Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan kehamilan dilanjutkan. Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
–—-–
DIAGNOSIS
—-Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan dengan berhubungan dengan dugaan kehamilan ganda, yaitu :
a. Anamnesis
—-Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan kembar adalah riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas, adanya uterus yang cepat membesar: fundus uteri > 4 cm dari amenorea, gerakan anak yang terlalu ramai dan adanya penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak disebabkan obesitas atau edema.
b. Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda
—-Adanya cairan amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan diagnosis, kehamilan ganda perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut ; besarnya uterus melebihi lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan normal, banyak bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau lebih.
c. Pemeriksaan USG
—-Berdasarkan pemeriksaan USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1atau 2 kantong amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6-8 minggu dapat menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari jumlah kantong gestasional yang terlihat.
d. Pemeriksaan radiologi
—-Pemeriksaan dengan rotgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosa kehamilan ganda karena cahaya penyinaran. Diagnosis pasti kehamilan kembar ditentukan dengan teraba dua kepala, dua bokong, terdengar dua denyut jantung janin, dan dari pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosis diferensial :
• Kehamilan tunggal dengan janin besar
• Hidramnion
• Molahidatidosa
• Kehamilan dengan tumor

TANDA DAN GEJALA
Berikut adalah tanda dan gejala yang mengidentifikasikan kemungkinan kehamilan kembar menurut Bobak (2004):
1) Ukuran uterus, tinggi fundus uteri dan lingkar abdomen melebihi ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan akibat pertumbuhan uterus yang pesat selama trimester kedua.
2) Mual dan muntah berat (akibat peningkatan kadar hCG).
3) Riwayat bayi kembar dalam keluarga.
4) Riwayat penggunaan obat penyubur sel telur, seperti sitrat klomifen (Clomid) atau menotropins (Pergonal).
5) Pada palpasi abdomen didapat dua atau lebih bagian besar dan atau banyak bagian kecil, yang akan semakin mudah diraba terutama pada trimester tiga.
6) Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi denyut jantung janin yang jelas-jelas berbeda satu sama lain (berbeda lebih dari 10 denyut jantung per menit dan terpisah dari detak jantung ibu).

PEDOMAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL

Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif, beberapa negara berkembang dan hampir semua negara maju, berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ke tingkat yang sangat rendah.

Asuhan Kesehatan Ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada:

a) Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang diinginkan

b) Asuhan Antenatal Terfokus untuk memantau perkembangan kehamilan, mengenali gejala dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi

c) Asuhan Pascakeguguran untuk menatalaksana gawat-darurat keguguran dan komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.

d) Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi

Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kesakitan dan kematian

e) Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan.

Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksana komplikasi pada jenjang pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi, dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut derajat, keadaan dan tempat terjadinya

Pergeseran Paradigma

Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Persalinan bersih dan aman serta pencegahan komplikasi selama dan pascapersalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.

Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut diatas:

· Mencegah Perdarahan Pascapersalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri

Upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan dimulai pada tahap yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses persalinan, penatalaksanaan aktif kala III, pengamatan melekat kontraksi uterus pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.

· Laserasi/episiotomi

Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.

· Retensio plasenta

Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan, mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.

· Partus Lama

Untuk mencegah partus lama, asuhan persalinan normal mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan aman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga klien.

· Asfiksia Bayi Baru Lahir

Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia.

Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.

Pelatihan Asuhan Persalinan Normal

Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan dasar yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bekerjasama dengan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) dengan bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dasar pelatihan klinik asuhan persalinan normal ini adalah asuhan yang bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir.

Asuhan Persalinan Normal

Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal). Dengan pendekatan seperti ini, berarti bahwa:

Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan

Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan normal harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah, puskesmas atau rumah sakit. Penolong persalinan mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau spesialis obstetri. Jenis asuhan yang akan diberikan, dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir.

Praktik-praktik pencegahan yang akan dijelaskan dalam buku acuan ini adalah:

a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses ulang peralatan bekas pakai.

b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong proses persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan memadai.

c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarganya tentang proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.

d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi ibu di setiap tahapan persalinan dan tahapan waktu bayi baru lahir.

e. Menghindarkan berbagai tindakan yang tidak perlu dan/atau berbahaya seperti misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi pembukaan lengkap, meminta ibu meneran secara terus-menerus, penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.

f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.

g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan kesehatan, keamanan dan kenyamana ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara dini gejala dan tanda bahaya atau komplikasi pascapersalinan/bayi baru lahir dan mengambil tindakan yang sesuai.

i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir

j. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.

Pada akhir pelatihan, peserta latih harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan sehingga mampu untuk memberikan asuhan persalinan yang aman dan bersih serta mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir, baik di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi maupun pada awal masa nifas. Peserta latih adalah petugas kesehatan yang akan menjadi pelaksana pertolongan persalinan, juga harus mampu untuk mengenali (sejak dini) setiap komplikasi yang mungkin terjadi dan mengambil tindakan yang diperlukan dan sesuai dengan standar yang diinginkan. Praktik terbaik asuhan persalinan normal terbukti mampu mencegah terjadinya berbagai penyulit atau komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga upaya perbaikan status kesehatan dan kualitas hidup kelompok rentan risiko ini dapat diwujudkan.

UNTUK LEBIH JELASKAN SILAHKAN DOWNLOAD MATERI BERIKUT

1. PENDAHULUAN

2. DAFTAR ISI

3. BAB I, BAB 2, BAB3, BAB4, BAB5, BAB6, DAN BAB6B

Introduksi Kesehatan Reproduksi Wanita

Kuliah Obstetri Ginekologi
Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin / dr. Biran Affandi / dr. J.M. Seno Adjie
Tulisan tentang Penyakit Hubungan Seksual / Kuliah Kulit dan Kelamin
dr. Sjaiful Fahmi Daili

KESEHATAN REPRODUKSI (Reproductive Health)

International Conference on Population and Development, Cairo, 1994 (WHO/PBB) :
“Reproductive health is a state of complete physical, mental, and social well-being, and not merely the absence of disease or infirmity, in all matters relating to the reproductive system, its functions and its processes.”
“Reproductive health therefore implies that people are able to have a responsible, satisfying and safe sex life and that they have the capability to reproduce and the freedom to decide if, when and how often to do so.”
“Implicit in this last condition are the rights of men and women to be informed and to have access to safe, effective, affordable and acceptable methods of family planning of their choice, as well as other methods of their choice for regulation of fertility which are not against the law, and the right of access to appropriate health care services that will enable women to go safely through pregnancy and childbirth, and provide couples with the best chance possible of having a healthy infant.”
“In line with the above definition of reproductive health, reproductive health care is defined as the constellation of methods, techniques, and services that contribute to reproductive health and well-being by preventing and solving reproductive health problems. It also includes sexual health, the purpose of which is the enhancement of the quality of life and personal relations, and not merely counselling and care related to reproduction and sexually transmitted diseases.”

What are the essential elements of reproductive health, and how do these elements bear on every problems of fertility and infertility ?
1. Reproductive health is the opportunity, particularly for women, to regulate and control fertility. This includes not only family planning, but for some couples, the proper treatment of infertility.
2. Reproductive health should allow all women to have a safe pregnancy and childbirth.
3. Reproductive health is the striving for neonatal excellence, allowing every newborn to have the benefits of a healthy infancy.
4. Finally, reproductive health is the freedom from sexually-transmitted diseases.

KELUARGA BERENCANA (Family Planning)

International Conference on Population and Development, Cairo, 1994 (WHO/PBB)
“The aim of family planning programmes must be to enable couples and individuals to decide freely and responsibly the number and spacing of their children, and to have the information and means to do so and to ensure informed choices and make available a full range of safe and effective methods.”
“The success of population education and family planning programmes in a variety of settings demonstrates that informed individuals everywhere can and will act responsibly in the light of their own needs and those of their families and communities.”
“The principle of informed free choice is essential to the long-term success of family planing programmes.”
“Govermental goals for family planning should be defined in termes of unmet needs for information and services.”
“Demographic goals, while legitimately the subject of government development strategies, should NOT be imposed on family planning providers in the form of targets or quotas for the recruitment of clients.”

PROGRAM “SAFE MOTHERHOOD” (WHO, 1988)

meliputi empat program / target utama :
1. Family Planning : Keluarga Berencana
2. Antenatal Care : Asuhan / Perawatan Antenatal
3. Clean and Safe Delivery : Persalinan yang Bersih dan Aman
4. Essential Obstetric Care : Pelayanan Obstetrik Esensial

DAUR KEHIDUPAN WANITA

Prakonsepsi
Fertilisasi dan Implantasi
Embrio 1 – 10 minggu intrauterin
Fetus 11- 40 minggu intrauterin
KELAHIRAN
Neonatus 0 – 1 bulan
Bayi 1 – 12 bulan
Batita 1 – 3 tahun
Balita 1 – 5 tahun
Anak 5 – 12-15 tahun (menarche)
PUBERTAS (Menarche) 12-15 tahun
Remaja (Adolesen) s/d 20 tahun
Maturitas
MASA REPRODUKSI 20-50 tahun
Klimakterium (Menopause) 45-55 tahun
Pasca Menopause 50-65 tahun
Senium 65 tahun ke atas

Masa embrio sampai fetus disebut masa prenatal / prakelahiran.
Masa neonatus sampai anak disebut juga masa prapubertas.

PARAMETER KESEHATAN REPRODUKSI WANITA (Tantangan)

– Angka Kematian Maternal.
– Anemia
– Cakupan pelayanan ibu hamil.
– Gizi kurang
– Pertolongan oleh tenaga terlatih.
– Kehamilan usia muda
– Cakupan imunisasi tetanus toksoid.
– Penyakit menular akibat hubungan seksual.
– Tingkat pendidikan dan pengetahuan masih rendah.

Masalah

1. Wanita dan anak risiko tinggi bila kehamilan melampaui kurun waktu reproduksi sehat dan atau paritas tinggi.
2. Kehamilan cukup aman bila usia ibu antara 20 sampai 35 tahun.
3. Jumlah riwayat persalinan (paritas) aman sampai dengan 3.
4. Jarak antar kehamilan cukup aman minimal 2 tahun.
5. Usia / jarak di luar batas aman : risiko kematian maternal.
6. Jumlah anak lebih dari 3 : risiko komplikasi persalinan.
7. Kematian maternal : kematian ibu yang terjadi berhubungan dengan peristiwa kehamilan, persalinan maupun nifas.
8. Penyebab utama kematian maternal : 1) perdarahan 2) infeksi/sepsis 3) preeklampsia/ eklampsia (TRIAS penyebab), 4) partus lama 5) abortus yang tidak aman 6) lain-lain.
9. The Four Too’s (4 “terlalu”) : – Too many (anak banyak) – Too early (hamil usia muda) – Too frequent (jarak antar kehamilan terlalu dekat) -Too late (hamil usia tua).
10. The Three Delays (3 “terlambat”) : – Delay in deciding to seek medical care – Delay in reaching a medical facility with adequate care – Delay in receiving qualified medical care at the facility.
11. Total Fertility Rate (TFR) : target 2.2
12. Anemia di Indonesia sebagian besar karena defisiensi Fe dan gizi kurang.

The State of World Population 1997 documents the effects of denying sexual and reproductive rights in many countries :
1. 585,000 women–one every minute–die each year from pregnancy-related causes, nearly all in developing countries. Many times this number are disabled as the result of childbirth. Much of this death and suffering could be averted with relatively low-cost improvements in health care systems.
2. About 200,000 maternal deaths per year result from the lack or failure of contraceptive services.
3. 120-150 million women who want to limit or space their pregnancies are still without the means to do so effectively. Altogether 350 million couples lack information about and access to a range of contraceptive services.
4. At least 75 million pregnancies each year (out of about 175 million) are unwanted; they result in 45 million abortions, 20 million of which are unsafe.
5. 70,000 women die each year as a result of unsafe abortion, and an unknown number suffer infection and other health consequences. Many unsafe abortions could be avoided if safe and effective means of contraception were freely available.
6. 3.1 million people were infected last year by the human immunodeficiency virus (HIV) which leads to AIDS; 1.5 million died from HIV/AIDS-related causes in 1996; 22.6 million people are living with HIV/AIDS.
7. 1 million people die each year from reproductive tract infections including sexually transmitted diseases (STDs) other than HIV/AIDS. More than half of the 333 million new cases of STDs per year are among teenagers.
8. 120 million women have undergone some form of female genital mutilation; another 2 million are at risk each year.
9. Rape and other forms of sexual violence are rampant, though many rapes are unreported because of the stigma and trauma associated with rape and the lack of sympathetic treatment from legal systems.
10. At least 60 million girls who would otherwise be expected to be alive are “missing” from various populations as a result of sex-selective abortions or neglect.
11. 2 million girls between ages 5 and 15 are introduced into the commercial sex market each year.
The UNFPA report stresses that sexual and reproductive rights are key to women’s empowerment and gender equality, and are also critical to the economic and social life of communities, nations and the world. Global and national needs coincide with personal rights and interests. Given the choice, most women would have fewer children than their parents’ generation. Ensuring that women and their partners have the right to choose will support a global trend towards smaller families, and help countries find a balance between their populations and resources. Successful development efforts will in turn bring sexual and reproductive health to more people.

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) / PENYAKIT HUBUNGAN SEKSUAL (PHS) / SEXUALLY TRANSMITTED DISEASES (STD)

Any of a diverse group of infections caused by biologically dissimilar pathogens and transmitted by sexual contact, which includes both heterosexual and homosexual behaviour; sexual transmission is the only important mode of spread of some of the diseases in the group (e.g., the classic venereal diseases), while others (e.g., hepatitis / HIV viruses, other bacterial / fungal species, etc) can also be acquired / transmitted by other nonsexual means.
(Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, 28th ed., 1996)

Dalam batasan yang lebih sempit, atau menurut awam, sering digunakan istilah “penyakit kelamin” (venereal diseases).
Yang dimaksud dengan penyakit kelamin, jika istilah ini yang digunakan, adalah penyakit yang penularannya (terutama) melalui (hubungan) kelamin / genital.

Terdapat juga pengertian yang mungkin keliru di kalangan awam, bahwa penyakit menular seksual atau penyakit kelamin adalah penyakit yang menyerang organ kelamin / genital. Padahal, melalui modus kontak kelamin yang bervariasi (manual / oral / anal) dapat juga terjadi gejala penyakit pada kulit, mulut, anus, dan organ / sistem organ ekstragenital lainnya.

Selama dekade terakhir ini insidens PHS cepat meningkat di berbagai negara. Meskipun demikian, data yang dilaporkan tentu tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya (“fenomena gunung es”).

Hal ini antara lain disebabkan :
1. Banyak kasus yang tidak dilaporkan.
2. Kalaupun ada laporan, sistem pelaporan yang berlaku belum ada keseragaman.
3. Fasilitas diagnostik di berbagai daerah kurang mendukung, seringkali juga terjadi salah diagnosis dan penatalaksanaan.
4. Banyak kasus yang asimptomatik (tidak memberikan gejala yang khas).
5. Bila penderita wanita, sering tanpa gejala khas (asimptomatik) sehingga mereka merasa tidak perlu berobat.
6. Program pengontrolan terhadap PHS dari pemerintah / instansi belum berjalan baik.

Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan terjadinya insidens PHS, antara lain :
1. Perubahan demografik yang luar biasa : peledakan jumlah penduduk, pergerakan / mobilitas masyarakat yang bertambah (sering bepergian ke luar kota untuk pekerjaan, liburan, wisata, kongres/seminar/rapat dll).
2. Kemajuan sosial ekonomi industri, menyebabkan lebih banyak kebebasan sosial dan lebih banyak waktu yang terluang.
3. Kelalaian sistem negara dalam memberikan pendidikan kesehatan umumnya dan pendidikan seksualitas khususnya.
4. Perasaan “aman” pada penderita karena pemakaian obat antibiotik dan kovntrasepsi yang dapat dipilih sendiri, yang belum tentu benar.
5. Akibat banyak pemakaian antibiotik yang tidak sesuai, akibatnya terjadi resistensi kuman terhadap antibiotik tersebut.
6. Fasilitas kesehatan kurang memadai terutama fasilitas laboratorium dan klinik pengobatan.
7. Banyaknya kasus asimptomatik, merasa diri tidak sakit, tetapi mempunyai potensi untuk menulari orang lain.

Usaha penyuluhan dan penanggulangan harus melibatkan ketiga disiplin yang saling berhubungan :
1. segi medik
2. segi epidemiologik
3. segi psikososial

KESEHATAN REPRODUKSI WANITA USIA REMAJA

Latar belakang

1. masa remaja adalah masa yang penuh dinamika, gejolak rasa ingin tahu yang tinggi dalam berbagai hal, termasuk juga dalam hal reproduksi / seksualitas.
2. sumber informasi yang banyak dan luas tapi belum tentu benar, baik dan sehat.

Masalah

Masalah yang mungkin timbul sebagai akibatnya, misalnya perilaku seksual yang tidak baik, menjadi penyebab tingginya angka kejadian kehamilan remaja / di luar nikah, aborsi, penyakit menular seksual, dsb.
Di negara berkembang, banyak perkawinan yang terjadi pada usia muda. Sehingga yang menjadi masalah mendasar sebenarnya bukan “hubungan seks / kehamilan di luar nikah”, tetapi “pernikahan / kehamilan pada usia muda” (karena pada usia belasan tahun sudah menikah, berhubungan seks, hamil dan mempunyai anak).

Makin maju / makin meningkatnya kualitas hidup masyarakat di suatu negara, tampaknya trend pola kehidupan reproduksi wanita juga ikut berubah (grafik).
1. Dengan peningkatan kualitas hidup, gizi, pengetahuan, dsb, dapat terjadi menstruasi pada anak wanita pada usia yang lebih awal (semakin muda).
2. Dengan bertambahnya wawasan, pengetahuan, dsb, dapat terjadi seorang wanita memilih untuk menikah pada usia yang lebih tua.
Hal ini menjadi masalah khusus lain kesehatan reproduksi wanita usia remaja, karena terdapat celah / “gap” yang luas antara usia menarche dengan usia perkawinan, padahal masa remaja itu adalah masa yang rentan terhadap perilaku seksual yang kurang baik (misalnya berganti-ganti pasangan, dsb), kemungkinan kehamilan yang besar (karena sudah memasuki usia reproduktif), kemungkinan terpapar penyakit menular seksual, dan sebagainya.

Essential aspects of adolescent (reproductive) health care :
1. counseling.
2. contraceptive alternatives / choices.
3. obstetric care : maintenance and termination of pregnancy
4. prevention and treatment of sexually transmitted diseases.

Ilmu Kebidanan

Obstetri merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya (Oxford English Dictionary, 1933). Obstetri terutama membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilan, persalinan puerperium baik pada keadaan normal maupun abnormal. Nama lain obstetri adalah mid wifery.

Tujuan obstetri yaitu agar supaya setiap kehamilan yang diharapkan dan berpuncak pada ibu dan bayi yang sehat. Juga berusaha keras mengecilkan jumlah kematian wanita dan bayi sebagai akibat proses reproduksi atau jumlah kecacatan fisik, intelektual dan emosional yang diakibatkannya.

Statistik Vital Obstetri

Statistik vital obstetri meliputi:
1. Kelahiran
2. Angka kelahiran
3. Angka fertilitas
4. Kelahiran hidup
5. Lahir mati (still birth)
6. Kematian neonatal
7. Angka lahir mati
8. Angka kematian janin (sama dengan angka lahir mati)
9. Angka kematian neonatal
10. Angka kematian perinatal
11. Berat badan lahir rendah
12. Bayi cukup bulan (term infant)
13. Bayi kurang bulan (prematur)
14. Bayi lewat bulan (post term)
15. Abortus
16. Kematian ibu langsung (direct maternal death)
17. Kematian ibu tak langsung (indirect maternal death)
18. Kematian non maternal
19. Angka kematian ibu atau mortalitas ibu (maternal death rate atau maternal
mortality).

Kelahiran

Kelahiran adalah ekspulsi atau ekstraksi lengkap seorang janin dari ibu tanpa memperhatikan apakah tali pusatnya telah terpotong atau plasentanya masih berhubungan. Berat badan lahir adalah sama atau lebih 500 gram, panjang badan lahir adalah sama atau lebih 25 cm, dan usia kehamilan sama atau lebih 20 minggu.

Angka Kelahiran

Angka kelahiran adalah jumlah kelahiran per 1000 penduduk.

Angka Fertilitas

Angka fertilitas adalah jumlah kelahiran hidup per 1000 populasi wanita usia 15-44 tahun.

Kelahiran Hidup

Tanda utama kelahiran hidup adalah neonatus dapat bernapas. Tanda-tanda kehidupan lainnya meliputi denyut jantung dan gerakan spontan yang jelas dari otot volunter.

Lahir Mati (Still Birth)

Lahir mati ditandai oleh tidak ada satupun tanda-tanda kehidupan pada saat atau setelah kelahiran.

Kematian Neonatal

Kematian neonatal terdiri atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal dini adalah kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam 7 hari setelah kelahiran. Kematian neonatal lanjut adalah kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup lebih 7 hari sampai kurang 29 hari.

Angka Lahir Mati

Angka lahir mati adalah jumlah bayi yang dilahirkan mati per 1000 bayi yang lahir.

Angka Kematian Neonatal

Angka kematian neonatal adalah jumlah kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup.

Angka Kematian Perinatal

Angka kematian perinatal adalah jumlah bayi lahir mati ditambah kematian neonatal per 1000 kelahiran total.

Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan lahir rendah adalah berat badan lahir kurang 2500 gram.

Bayi Cukup Bulan

Bayi cukup bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan 37-42 minggu atau 260-294 hari.

Bayi Kurang Bulan (Prematur)

Bayi kurang bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan kurang 37 minggu.

Bayi Lewat Bulan

Bayi lewat bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan lebih 42 minggu.

Abortus

Abortus adalah pengambilan atau pengeluaran janin atau embrio dari uterus selama paruh pertama masa kehamilan (20 minggu atau kurang) atau berat badan lahir kurang 500 gram atau panjang badan lahir 25 cm atau kurang.

Kematian Ibu Langsung

Kematian ibu langsung disebabkan komplikasi obstetri dari kehamilan, persalinan atau puerperium dan akibat intervensi, kelahiran, dan terapi tidak tepat.

Kematian Ibu Tak Langsung

Kematian ibu tak langsung disebabkan oleh penyakit yang timbul selama kehamilan, persalinan atau puerperium dan diperberat oleh adaptasi fisiologis ibu terhadap kehamilan. Misalnya kematian ibu karena komplikasi stenosis mitral.

Kematian Non Maternal

Kematian non maternal disebabkan oleh kecelakaan atau faktor kebetulan yang sama sekali tidak berhubungan dengan kehamilan.

Angka Kematian Ibu

Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses reproduktif per 100.000 kelahiran hidup.

Sebab-sebab umum kematian ibu yaitu :
1. Perdarahan
2. Hipertensi
3. Infeksi

Perdarahan

Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas perdarahan post partum, perdarahan berkaitan abortus, perdarahan akibat kehamilan ektopik, perdarahan akibat lokasi plasenta abnormal atau ablasio plasenta (plasenta previa dan absupsio plasenta), dan perdarahan karena ruptur uteri.

Hipertensi

Hipertensi yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas hipertensi yang diinduksi kehamilan dan hipertensi yang diperberat kehamilan. Hipertensi umumnya disertai edema dan proteinuria (pre eklamsia). Pada kasus berat disertai oleh kejang-kejang dan koma (eklamsia).

Infeksi

Infeksi nifas atau infeksi panggul post partum biasanya dimulai oleh infeksi uterus atau parametrium tetapi kadang-kadang meluas dan menyebabkan peritonitis, tromboflebitis dan bakteriemia.

Alasan menurunnya angka kematian ibu :
– Transfusi darah
– Anti mikroba
– Pemeliharaan cairan elektrolit, keseimbanngan asam-basa pada komplikasi-
komplikasi serius kehamilan dan persalinan.

Kematian reproduktif adalah kematian akibat kehamilan dan penggunaan teknik-teknik untuk mencegah kehamilan (teknik kontrasepsi).

Kematian Perinatal

Kematian neonatus yang terbanyak adalah :
1. Berat badan lahir rendah
2. Cedera susunan saraf pusat akibat hipoksia in utero dan cedera traumatik
selama persalinan dan kelahiran
3. Malformasi kongenital

Update : 26 Desember 2005

Sumber :

Cunningham, Mac Donald, Gant. Obstetri Williams, ed. ke-18. dr. Joko Suyono & dr. Andry Hartono (penerj.). Jakarta : EGC.