ASUHAN KEBIDANAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan nasional dibidang kesehatan bertujuan untuk mencapai kemampuan untuk hidup sehat, bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat secara optimal diperlukan peran serta masyarakat dan sumber daya masyarakat sebagai modal dasar dalam pembangunan nasioal, termasuk keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat.

Dalam upaya mewujudkan kesehatan masyarakat terutama dalam mencegah angka kematian ibu dan anak pemerintah mencanangkan program safe methorhood yang berupa 6 pilar sebagai realisasi kerja, antara lain :

1. Pelayanan keluarga berencana

2. Asuhan antenatal

3. Persalinan bersih dan aman

4. Pelayanan obsetrik neonatal

5. Pelayanan kesehatan dasar

6. Pelayanan kesehatan primer dengan pemberdayaan wanita

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarkat dimana masalah kesehatan dapat timbul, berupa masalah KIA/KB, KELING.


Dalam hal ini penulis mengambil kasus pada keluarga Tn. S pada RT. 01 RW. 02 Desa Kemanggungan Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal sebagai bukti pelaksanaan praktek kebidanan komunitas dan melaksanakan implementasi sesuai dengan prioritas masalah.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Membantu masyarakat dalam mengupayakan hidup sehat sehingga mencapai derajat kesehatan yang optimal.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak pada keluarga.

b. Menemukan masalah yang ada dan memprioritaskannya

c. Merumuskan berbagai alternatif pemecahan maasalah

d. Implementasi hasil rumusan alternatif pemecahan masalah

e. Mendorong dan meningkatkan kesadaran serta partisipasi keluarga dalam upaya mendorong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, serta menanamkan perilaku hidup sehat

C. Metode

Dalam penyusunan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif analitik yang menggunakan metode wawancara dan pendataan.

D. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan ini terdiri dari 5 Bab, adapun sistematika penulisan dari masing-masing Bab, sebagai berikut :

1. BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Penulisan

C. Metode

D. Sistematika Penulisan

2. BAB II : LANDASAN TEORI

A. Konsep Komunitas

B. Konsep Keluarga

C. Masalah Utama

3. BAB III : TINJUAN KASUS

A. Pengkajian

B. Intervensi

4. BAB IV : PEMBAHASAN

5. BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Kebidanan Komunitas

Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “Bidan” yang artinya adalah seseorang yang telah mengikuti pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat ijin melakukan praktek kebidanan.

Sedangkan kebidanan sendiri mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan pelayanan yang dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan (J.H. Syahlan, 1996).

Komunitas adalah kelompok orang yang berada di suatu lokasi tertentu. Sarana kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada dalam keluarga dan masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan diluar rumah sakit. Kebidanan komunitas dapat juga merupakan bagian atau kelanjutan pelayanan kebidanan yang diberikan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

Kelompok komunitas terkecil adalah keluarga individu yang dilayani adalah bagian dari keluarga atau komunitas. Oleh karena itu, bidan tidak memandang pasiennya dari sudut biologis. Akan tetapi juga sebagai unsur sosial yang memiliki budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan lingkungan disekelilingnya.

Dapat ditemukan disini bahwa unsur-unsur yang tercakup didalam kebidanan komunitas adalah bidan, pelayanan kebidanan, sasaran pelayanan, lingkungan dan pengetahuan serta teknologi.

Asuhan kebidanan komunitas adalah merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.

B. Manajemen Kebidanan Komunitas

Dalam memecahkan masalah pasiennya, bidan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.

Manajemen kebidananan adalah metode yang digunakan oleh bidan dalam menentukan dan mencari langkah-langkah pemecahan masalah serta melakukan tindakan untuk menyelematkan pasiennya dari gangguan kesehatan.

Penerapan manajemen kebidanan melalui proses yang secara berurutan yaitu identifikasi masalah, analisis dan perumusan masalah, rencana dan tindakan pelaksanaan serta evaluasi hasil tindakan. Manajemen kebidanan juga digunakan oleh bidan dalam menangani kesehatan ibu, anak dan KB di komuniti, penerapan manajemen kebidanan komuniti (J.H. Syahlan, 1996).

1. Identifikasi masalah

Bidan yang berada di desa memberikan pelayanan KIA dan KB di masyarakat melalui identifikasi, ini untuk mengatasi keadaan dan masalah kesehatan di desanya terutama yang ditujukan pada kesehatan ibu dan anak. Untuk itu bidan melakukan pengumpulan data dilaksanakan sccara langsung ke masyarakat (data subyektif) dan data tidak langsung ke masyarkaat (data obyektif)

a. Data Subyektif

Data subyektif diperoleh dari informasi langsung yang diterima dai masyarakat. Pengumpulan data subyektif dilakukan melalui wawancara. Untuk mengetahui keadaan dan masalah kesehatan masyarakat dilakukan wawancara terhadap individu atau kelompok yang mewakili masyarakat.

b. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh dari observasi pemeriksaan dan penelaahan catatan keluarga, masyarakat dan lingkungan. Kegiatan dilakukan oleh bidan dalam pengumpulan data obyektif ini ialah pengumpulan data atau catatan tentang keadaan kesehatan desa dan pencatatan data keluarga sebagai sasaran pemeriksaan.

2. Analisa dan perumusan masalah

Setelah data dikumpulkan dan dicatat maka dilakukan analisis. Hasil analisis tersebut dirumuskan sebagai syarat dapat ditetapkan masalah kesehatan ibu dan anak di komuniti.

Dari data yang dikumpulkan, dilakukan analisis yang dapat ditemukan jawaban tentang :

a. Hubungan antara penyakit atau status kesehatan dengan lingkungan keadaan sosial budaya atau perilaku, pelayanan kesehatan yang ada serta faktor-faktor keturunan yang berpengaruh terhadap kesehatan. (H.L. Blum).

b. Masalah-masalah kesehatan, termasuk penyakit ibu, anak dan balita

c. Masalah-masalah utama ibu dan anak serta penyebabnya

d. Faktor-faktor pendukung dan penghambat

Rumusan masalah dapat ditentukan berdasarkan hasil analisa yang mencakup masalah utama dan penyebabnya serta masalah potensial.

3. Diagnosa potensial

Diagnosa yang mungkin terjadi

4. Antisipasi penanganan segera

Penanganan segera masalah yang timbul

5. Rencana (intervensi)

Rencana untuk pemecahan masalah dibagi menjadi tujuan, rencana pelaksanaan dan evaluasi.

6. Tindakan (implementasi)

Kegiatan yang dilakukan bidan di komunitas mencakup rencana pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

7. Evaluasi

Untuk mengetahui ketepatan atau kesempurnaan antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang ditetapkan.

C. Konsep Dasar Keluarga

1. Pengertian keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat, terdiri atas 2 orang atau lebih adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga berinteraksi diantara sesama anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan. (Depkes. RI. 1998 dan Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya, 1989).

2. Struktur keluarga

a. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara, seadarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

e. Keluarga kawinan

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

3. Ciri-ciri struktur keluarga

a. Terorganisasi

b. Ada keterbatasan

c. Ada perbedaan dan kekhususan

4. Ciri-ciri keluarga

a. Diikat dalam suatu tali perkawinan

b. Ada hubungan darah

c. Ada ikatan batin

d. Ada tanggung jawab masing-masing anggotnya

e. Ada pengambilan keputusan

f. Kerjasama diantara anggota keluarga

g. Komunikasi interaksi antar anggota keluarga

h. Tinggal dalam satu rumah

5. Ciri-ciri keluarga Indonesia

a. Suami sebagai pengambil keputusan

b. Merupakan suatu kesatuan yang utuh

c. Berbentuk monogram

d. Bertanggung jawab

e. Pengambil keputusan

f. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa

g. Ikatan kekeluargaan sangat erat

h. Mempunyai semangat gotong royong

6. Tipe/bentuk keluarga

a. Keluarga inti (nuclear family)

Adalah keluarga terdiri dari satu ayah, ibu dan anak-anak.

b. Keluarga besar (exended family)

Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (sereal family)

Adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga duda/ janda (single family)

Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (composite)

Adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami yang hidup secara bersama.

f. Keluarga kabitas (cahabitation)

Adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Tipe keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family) karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat.

7. Perawatan kesehatan keluarga

Adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan dan melalui perawatan sebagai sasaran.

D. Masalah Utama (Diare)

1. Pengertian

a. Diare adalah bentuk kotoran anak yang semula padat berubah menjadi lembek atau cair dan buang air besar 3 kali atau lebih 24 jam (Buku KIA)

b. Diare adalah buang air besar (DEFEKASI) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml/ jam tinja dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defkasi yang meningkat (Kapita Selecta Kedokteran Jilid 1 : 501)

c. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1980)

2. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala anak mederita penyakit diare adalah

a. Buang air besar encer atau cair 3 kali atau lebih dalam 24 jam

b. Tidak ada darah dalam BAB

3. Cara Pencegahan dan Penanganan Diare

a. Cara Pencegahan Diare

1) Pemberian hanya ASI saja pada bayi sampai usia 4 – 6 bulan

2) Mencuci tangan dengan sabun setelah berak dan sebelum memberi makan anak

3) Menggunakan jamban dan menjaga kebersihannya

4) Pembuangan tinja anak ditempat yang benar

5) Makanan dan minuman menggunakan air matang

b. Cara Penanganan Diare

1) Perbanyak pemberian minuman misalnya ASI, air matang, air syur, oralit

Cara pemberian oralit dan takarannya

Masukkan 1 bungkus oralit kedalam 1 gelas air (200 cc) yang sudah dimasuk atau air minum dan aduk sampai rata

2) ASI tetap diberikanterutamapada bayi untuk anak yang tidak menetek. Pemberian makanan lunak tetap diteruskan

3) Segera dibawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau bila ada tanda-tanda :

a} Buang air besar encer berkali-kali

b} Muntah berulang-ulang

c} Rasa haus yang nyata

d} Demam

e} Makan / minum sedikit

f} Darah dalam tinja

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS PADA KELUARGA TN. S

Tanggal : 15 Februari 2008

Waktu : 16.00 WIB

Tempat : Rumah Tn. S

I. Pengkajian

A. Data Umum

1. Identitas Kepala Keluarga

Nama : Tn. S

Umur : 33 tahun

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa/ Indonesia

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Status perkawinan : Kawin

Alamat : RT. 01 RW. 02 Desa Kemanggungan Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal

2. Susunan Keluarga

Nama

Umur

L/P

Status

Penddkn

Pekerjaan

Agama

Keadaan

Herlina

Syahril

Aji Nur Ismail

25 th

5 th

1 th

P

L

L

Istri

Anak

Anak

SMA

TK

IRT

Islam

Islam

Islam

Sehat

Sehat

Diare

Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Anak yang dikaji

Tipe keluarga ini adalah keluarga inti, yang paling dominan dalam mengambil keputusan adalah ayah sebagai kepala keluarga. Hubungan dalam keluarga harmonis.

3. Kegiatan Sehari-hari

a. Kebiasaan tidur/ istirahat

1) Ayah tidak pernah tidur siang karena bekerja, malam dapat istirahat cukup

2) Ibu tidak pernah siang, malam dapat istirahat cukup

3) Anak-anak siang mesti tidur, malam istirahat cukup

b. Kebiasaan makan dan minum

Seluruh anggota keluarga makan 3 kali/hari dengan makanan pokok nasi ditambah lauk pauk (tahu, tempe, kadang-kadang telur dan ikan) serta sayur sayuran jarang diselang-seling dengan buah-buahan, anak-anak sudah diberikan makan pengganti ASI yaitu pisang.

c. Penggunaan waktu senggang

Penggunaan waktu senggang oleh ibu digunakan untuk membersihkan rumah dan mengurus keluarganya. Ibu kurang aktif mengikuti kegiatan pengajian ataupun yang lainnya.

4. Situasi sosial budaya dan ekonomi

a. Penghasilan suami tiap bulan tidak tetap tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keperluan belanja keluarga menjadi tanggung jawab ibu dan istri.

b. Hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar baik.

5. Situasi lingkungan

a. Perumahan

Rumah milik sendiri. Jenis rumah permanen, atap dari genting lantainya ubin. Kebersihan rumah kurang, ventilasi cukup, pencahayaan cukup, penerangan rumah pada malam hari menggunakan listrik dan tidak ada cerobong asap.

b. Sumber air minum

Menggunakan sumur gali, keadaan air jernih, tidak berbau dan tidak berasa.

c. Tempat pembuangan tinja

Keluarga mempunyai jamban pribadi, namun kondisi jamban tidak terpelihara.

d. Pembuangan sampah

Sampah dibuang di tempat yang terbuka, di pinggir sungai.

6. Status kesehatan keluarga

a. Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke puskesmas

b. Imunisasi kurang lengkap

c. KB : Ibu ikut KB suntik

d. Riwayat persalinan

Anak yang pertama dan kedua ditolong oleh bidan

e. Keadaan gizi keluarga

Pertumbuhan fisik keluarga Tn. S cukup, berat badan umumnya sesuai dengan usia anak, secara sepintas anak tampak sehat.

f. Penyakit yang pernah diderita

Untuk sebelumnya anaknya Tn. S juga menderita diare

g. Pengetahuan ibu

Ibu mengerti cara mengobati diare dengan obat tradisional

i. Analisa Data

Dari analisa data masalah kesehatan yang dialami keluarga adalah lingkungan yang kurang bersih (tidak adanya cerobong asap) didukung oleh sosial ekonomi yang masih rendah dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan. Faktor ini dapat berpengaruh terhadap status kesehatan keluarga itu. Hal ini bisa dilihat pada anaknya yang menderita diare.

Dalam hal ini bidan perlu memberikan perawatan dan penyuluhan tentang diare maupun kesehatan lingkungannya.

ii. Perumusan Masalah

Dari hasil analisa data timbul masalah pada keluarga yang disebabkan ketidaktahuan keluarga dalam masalah kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Kebersihan lingkungan

2. Diare

iii. Prioritas Masalah

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh keluarga Tn. S maka perlu dilakukan prioritas masalah yang ada sesuai dengan metode Hanlon kualitatif dengan USG (Urgency/mendesak, Seriuousness/kegawatan, Growth/ perkembangan).

1. Kesehatan lingkungan (kebersihan)

No

Kriteria

Perhitungan

Skor

Pembenaran

1.

Sifat Masalah

2/3 x 1

2/3

Ancaman kesehatan

2.

Kemungkinan masalah dapat dirubah

½ x 2

1

Adanya kemuan dari keluarga untuk menciptakan lingkungna yang bersih

3.

Potensi pencegahan

1/3 x 1

1/3

Dengan penyuluhan tidak menjamin dapat merubah perilaku tersebut

4.

Penonjolan masalah

0/2 x 1

0

Keluarga tidak menyadari bahwa kebersihan lingkungan berpengaruh terhadap status kesehatan keluarga

Total skor

2

2. Diare

U S G

M

1

2

TH

M

1

2

TH

M

1

2

TH

1

0

1

0

1

0

2

0

2

0

2

0

TV

0

1

TV

0

1

TV

0

1

TH

0

0

TH

0

0

TH

0

0

T

0

1

T

0

1

T

0

1

Diare Diare Diare

Dari perhitungan diatas maka prioritas masalah yang harus diintervensi adalah :

2. Diare

3. Kebersihan lingkungan

ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. A

DENGAN DIARE DEHIDRASI RINGAN

Tanggal : 17 Februari 2008

Waktu : 19.00 WIB

Tempat : di Rumah Tn. S

I. PENGUMPULAN DATA

B. Data Subyektif

1. Biodata

Nama anak : An. A

Umur : 1 bln

Jenis kelamin : perempuan

Nama Ibu : Ny. H Nama Bapak : Tn. S

Umur : 25 Th Umur : 32 Th

Agama : Islam Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP

Penghasilan : – Penghasilan : tidak tetap

Status perkawinan : Syah perkawinan ke : 1

Lama perkawinan : 7 Th

Alamat : Kemanggungan RT.01 RW. 02 Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal

2. Keluhan Utama

Ibu mengatakan anaknya BAB 3x sehari dengan konsistensi cair sejak 1 hari yang lalu.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Ibu mengatakan anaknya tidak menderita penyakit kelainan darah seperti hemofilia

Ibu mengatakan anaknya tidak menderita penyakit kelainan congenital

Ibu mengatakan anaknya tidak menderita penyakit infeksi kronis seperti TBC

Ibu mengatakan anaknya tidak menderita penyakit keturunan seperti Diabetes Mellitus

Ibu mengatakan anaknya tidak menderita retradasi mental.

4. Imunisasi yang didapat

BCG : 1 kali – Polio : 4 kali

Hepatitis : 3 kali – Campak : belum

DPT : 3 kali

5. Pola kebutuhan sehari-hari

Sebelum Sakit

Selama Sakit

§ Pola Nutrisi

Makan : 3x/ hari

Porsi : 1 porsi kecil habis

Jenis : ASI + makanan tambahan

Gangguan : tidak ada

Minum :

Jenis : ASI, air putih

Gangguan : tidak ada

§ Pola Nutrisi

Makan : 3 x/ hari

Porsi : 1 porsi kecil tidak habis

Jenis : ASI, bubur

Gangguan : sulit makan

Minum :

Jenis : ASI, air putih

Gangguan : tidak ada

§ Pola eliminasi

BAB : 1 kali/ hari

Konsitensi : lunak

Warna : kuning kecoklatan

Gangguan : tidak ada

BAK : 5 x/ hari

Warna : kuning jernih

Gangguan : tidak ada

§ Pola eliminasi

BAB : > 3 x/ hari

Konsitensi : cair

Warna : kuning

Gangguan : Diare

BAK : 4 – 5x/ hari

Warna : kuning jernih

Gangguan : tidak ada

§ Pola Istirahat

Tidur siang : + 1 jam

Tidur malam : + 9 jam

Gangguan : tidak ada

§ Pola Istirahat

Tidur siang : : + 1 jam

Tidur malam : 8 jam

Gangguan : anak rewel

6. Faktor sosial budaya

Ibu mengatakan tidak menganut adat istiadat setempat yang mempengaruhi perkembangan anak

7. Kemampuan anak

Motorik Kasar : Berjalan sendiri tanpa jatuh

Motorik Halus : Mencoret-coret dengan alat tulis

Bahasa : Mengungkapkan keinginan secara sederhana

Perilaku Sosial : Menunjuk bagian tubuh dan menyebut namanya

C. Data Obyektif

1. Pemeriksaan fisik

a. Kesadaran : composmentis

b. Keadaan umum : sedang

Tanda-tanda vital

Suhu : 37 oC

Nadi : 92 x/ menit

Respirasi : 30 x/ menit

c. Pemeriksaan antopometri

BB : 9,5 kg LIKA : 40 cm

PB : 70 cm LILA : 10 cm

d. Kepala-leher

Kepala : mesochepal

Muka : simetris, tidak oedema

Mata : simetris

Mulut : simetris, mulut/bibir kering, tidak ada stomatitis, gigi susu sudah tumbuh 1 buah

Hidung : simetris, tidak ada polip, tidak ada secret dan epitaksis

Telinga : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada secret

Kulit : kering, turgor baik

Leher : tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid

Aksila : tidak ada pembesaran pada kelenjar limfe

e. Thorax anterior

Simetris, tidak ada retraksi sternal

f. Abdomen anterior

Tidak ada pembesaran hati dan limpa

g. Genetalia

Sesuai dengan jenis kelamin laki-laki festis sudah turun

h. Anus

Berlubang, kemerahan, BAB > 3x/hari dengan konsistensi cair

i. Ekstermitas atas dan bawah

Simetris, tidak ada oedema, dapat digerakkan bebas

2. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan

Rontgen : tidak dilakukan

USG : tidak dilakukan

II. INTERPRETASI DATA

a. Diagnosa Nomenklatur

An. A umur 1 tahun jenis kelamin laki-laki dengan DIARE

Data dasar:

Data S:

· Ibu mengatakan anaknya bernama “A” umur 1 tahun, jenis kelamin laki-laki.

· Ibu mengatakan anaknya batuk, pilek, sulit makan dan disertai demam (kadang-kadang)

Data O

· Keadaan umum : sedang

· Kesadaran : composmentis

· Tanda-tanda vital :

Suhu : 37 0C

Nadi : 92 x/ menit

Respirasi : 30 x / menit

· Bibir : kering

· Anus : kemerahan, BAB > 3x/hari dengan konsistensi cair

b. Diagnosa Masalah

Gangguan eliminasi dengan adanya keluhan BAB > 3x/hari dengan konsistensi cair.

c. Diagnosa Kebutuhan

Penyuluhan tentang diare dan support mental pada keluarga.

III. DIAGNOSA POTENSIAL

Potensial terjadi diare dengan dehidrasi berat.

IV. ANTISIPASI PENANGANAN SEGERA

Amati tanda bahaya terjadinya dehidrasi berat.

1. Mata cekung

2. Demam

3. Anak tidak mampu minum, turgor kulit kurang

4. Sakit anak menjadi parah

V. INTERVENSI

1. Beritahu ibu dan keluarga tentang keadaan anaknya sekarang

2. Beritahu ibu dan keluarga agar tidak memberikan obat-obatan dari warung

3. Beritahu ibu dan keluarga untuk memberikan obat dari Nakes pada anaknya apabila demam/kompres air hangat

4. Beritahu ibu dan keluarga agar tidak memberikan makanan pendamping ASI sampai bayinya berumur 6 bulan

5. Beritahu ibu dan keluarga tanda diare dan dehidrasi berat

6. Anjurkan ibu dan keluarga memeriksakan anaknya ke puskesmas

VI. IMPLEMENTASI

1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa anaknya menderita diare jadi ibu tidak perlu khawatir tapi harus segera diberikan penanganan

2. Memberitahu ibu dan keluarga agar tidak memberikan obat-obatan dari warung karena diare akan sembuh

3. Memberitahu ibu dan keluarga untuk memberikan obat dari Nakes apabila anaknya demam/mengompres dengan air hangat

4. Memberitahu ibu dan keluarga agar tidak memberikan makanan pendamping ASI seperti pisang sampai anaknya berumur 6 bulan, cukup diberikan ASI saja secara on demand

5. Memberitahu ibu dan keluarga agar anaknya banyak minum air putih agar tidak dehidrasi.

6. Memberitahu ibu dan keluarga bahaya diare.

penderita akan kehilangan cairan tubuh

penderita tersebut menjadi lesu dan lemas

penderita dapat meninggal bila kehilangan cairan tubuh lebih banyak lagi

7. Menganjurkan ibu dan keluarga untuk memeriksakan anaknya ke puskesmas untuk mendapatkan penanganan segera.

VII. EVALUASI

1. Ibu dan keluarga mengerti penjelasan yang sudah disampaikan.

2. Ibu dan keluarga mengatakan tidak memberikan obat warung.

3. Ibu dan keluarga mengatakan mau memberikan obat pada anaknya, obat yang diberikan oleh Nakes saja.

4. Ibu dan keluarga bersedia untuk tidak memberikan makanan pendamping ASI sampai bayinya berumur 6 bulan.

5. Ibu dan keluarga tahu bahaya diare.

6. Ibu dan keluarga mau membawa anaknya ke puskesmas untuk memeriksakan kondisi anaknya.

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan studi kasus asuhan kebudanan komunitas keluarga Tn. S pada An. A dengan keluhan utama BAB cair lebih dari 3x sehari di RT. 01 RW. 02 Desa Kemanggungan Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal antara teori yang telah didapat dengan praktik ada kesenjangan.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan studi kasus asuhan kebidanan komunitas dan mengadakan pembinaan kesehatan pada keluarga Tn. S dapat ditarik kesimpulan bahwa status kesehatan keluarga Tn. S kurang baik dan kesehatan atau kebersihan lingkungannya belum tercapai.

B. Saran

  1. Diharapkan ada peningkatan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya.
  2. Dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah kesehatan dasar dalam keluarga.
  3. Diadakan kebersihan lingkungan 1 minggu sekali untuk meningkatkan kesehatan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Effendy Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2000. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Soekidjo, Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Keputusan Menteri Tentang Bidan

LAMPIRAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

NOMOR : 369/MENKES/SK/III/2007

TANGGAL : 27 Maret 2007

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik. Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker.

Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut.

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.

2. Tujuan

a. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.

b. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.

3. Pengertian

a. Definisi bidan

Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM.

Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.

Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

b. Pengertian Bidan Indonesia

Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.

Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

c. Kebidanan/Midwifery

Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya

d. Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)

Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

e. Praktik Kebidanan

Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.

f. Manajemen Asuhan Kebidanan

Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

g. Asuhan Kebidanan (PR lihat buku)

Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan

Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.

Materi lengkap dapat di download 14-rkm-std-profesi-bidan

Bidan Juga Manusia

Profesi bidan hingga kini tetap dibutuhkan walaupun terus tak diacuhkan. Ironis, memang. Padahal, peran bidan bagi negara amatlah besar, terutama di desa-desa, setidaknya untuk memberikan layanan kesehatan serta mengurangi angka kematian ibu dan bayi kala persalinan.

Sebagai catatan, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia cukup tinggi. Malah, AKI di Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara di

ASEAN, yaitu 373 setiap 100.000 kelahiran pada tahun 1997, dan terus meningkat menjadi 391 setiap 100.000 kelahiran pada tahun 2002. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, angka kematian bayi (AKB) adalah 52,2 per 1.000 kelahiran hidup. Di Jawa Barat, AKB yang tercatat adalah 43 kematian per 1.000 kelahiran. Selain itu, AKI pada saat melahirkan juga tinggi, yaitu 321 kematian per 100.000 kelahiran (Kompas, 9 juni 2005). Khusus di Kabupaten Bandung, AKB selama Januari 2006 sebanyak 14 dari 4.598 persalinan.

Menurut Kasubdin Kesehatan Keluarga Dinkes Kabupaten Bandung dr Hj Etty L Purnama, dibandingkan dengan AKB selama tahun 2004 dan 2005, jumlah 14 bayi meninggal termasuk tinggi. Selama tahun 2004, AKB hanya 101 dari 61.911 persalinan, sedangkan tahun 2005 ada 105 bayi meninggal dari 61.590 persalinan. Hal ini menyebabkan derajat kesehatan masyarakat Jawa Barat tidak pernah menempati peringkat sepuluh besar di antara provinsi-provinsi lainnya. Tahun 2005, peringkat derajat kesehatan Jawa Barat menempati posisi ke-17 dari 33 provinsi di Indonesia. Adapun penyebab utama AKI dan AKB, selain faktor medis yang meliputi pendarahan, eklamsia, dan infeksi, juga faktor manusia yang menangani kelahiran, dalam hal ini pasien dan keluarganya, dokter kandungan, bidan, dan dukun beranak (paraji, ma beurang, atau indung beurang). Khusus dalam dunia persalinan, peran bidan bisa dibilang paling penting.

Sebab, bidan-terutama di desa-desa-selain bertugas utama membantu ibu-ibu yang hendak melahirkan, juga menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan. Pelayanan bidan pun terasa lebih humanis ketimbang dokter kandungan karena melalui pendekatan kekeluargaan. Untuk masyarakat perkotaan, lepas dari faktor ekonomi, ibu-ibu hamil kiranya tidak terlalu mendapat kendala yang berarti. Sebab, di kota- kota terbilang banyak bidan yang siap siaga menangani pada masa dan pascapersalinan. Sementara itu, di desa-desa, apalagi di desa-desa yang terpencil, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik susahnya bukan main. Belum memiliki Di Kabupaten Bandung, umpamanya, sebanyak 30 desa hingga kini belum memiliki bidan desa. Desa-desa itu tersebar di Kecamatan Rongga, Gununghalu, dan Cipongkor.

Untuk Cipongkor, dari delapan desa, baru ada tiga desa yang memiliki bidan desa. Seorang ibu hamil yang akan melahirkan, apalagi mengalami komplikasi, maka pertolongannya terbilang jauh, misalnya di RSU Soreang. Karena kurangnya keberadaan bidan di desa-desa, terlebih di desa- desa yang jauh dari kota kecamatan atau kota kabupaten, maka ketika masa hamil, persalinan, dan perawatan pascapersalinan, tak ada pilihan lain bagi para ibu kecuali meneruskan tradisi leluhurnya, yakni memercayakan sepenuhnya kepada jasa dukun beranak atau yang lebih dikenal dengan paraji, ma beurang, indung beurang atau apa pun namanya. Yang jelas sistem yang dikembangkan oleh paraji hingga kini umumnya menggunakan metode-metode tradisional. Bukan saya sangsi akan kualitas paraji, tapi dari segi kesehatan dan kehatian-kehatian kala menangani ibu hamil, umumnya mereka menggunakan metode yang sama atau sesuai dengan yang mereka dapatkan dari leluhurnya, walaupun kendala atau jenis penyakit dari tahun ke tahun tentu beragam dan bertambah. Kita tentu masih ingat akan kasus aborsi yang terjadi tahun lalu.

Lia Yulianti, warga Desa/Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, tewas seketika saat ditangani seorang paraji. Menurut pengakuan tersangka, proses mengeluarkan janin dari tubuh korban diawali dengan memijat bagian dada dan perut korban. Tak berselang lama, korban terkulai lemas dan akhirnya meningal dunia seketika. Itu hanya sepenggal kisah nyata salah satu akibat kurangnya keberadaan bidan di desa. Padahal, kesadaran masyarakat desa akan pentingnya kesehatan kini sudah meningkat. Masyarakat sudah lebih mengetahui pentingnya perawatan yang baik selama masa hamil, persalinan, dan pascapersalinan. Mereka pun sudah menyadari kurang baiknya pelayanan kesehatan dengan cara-cara lama yang dipraktikkan paraji. Kesadaran masyarakat itu bukan tak mungkin merupakan hasil sosialisai para pelaku kesehatan di negeri ini, termasuk kaum bidan dan kalangan mahasiswa.

Fasilitas minim Lalu, mengapa para bidan enggan turun ke desa-desa? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu dibutuhkan penelitian yang sistematis dan persiapan ekstra khusus. Namun, diakui atau tidak, seperti profesi lainnya, guru umpamanya, kurangnya minat bidan turun ke desa salah satunya dikarenakan minimnya fasilitas yang diberikan pemerintah. Sebab, bidan juga manusia. Mereka butuh kesejahteraan yang mencukupi. Alumnus sekolah kebidanan tidak lantas bisa diterima menjadi pegawai negeri karena untuk menjadi PNS mereka mesti melanjutkan kuliah lagi. Dalam catatan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) Wastidar Mubir, bidan di desa sering mengalami keterlambatan gaji.

Tingkat kemampuan warga desa pun tak cukup untuk membayar para bidan. Selain itu, bidan di desa-desa pun kerap berhadapan dengan paraji. Mereka seolah merasa tersaingi. Lahan usaha menjadi lebih sempit sehingga terjadilah persaingan yang tidak sehat. Alhasil, keberadaan bidan di desa harus ekstra prihatin. Makanya, alumnus sekolah kebidanan pun mesti berpikir beberapa kali jika akan terjun ke desa. Padahal, bila pemerintah memberi perhatian lebih pada bidan dan para bidan rukun gawe dengan paraji, bukan tak mungkin baik AKB maupun AKI bisa diminimalisasi.

PROFESI BIDAN DI INDONESIA

Profesi Bidan di Indonesia
Dibutuhkan, tapi Diacuhkan

JAKARTA – Berbahagialah ibu hamil yang tinggal di kota besar, sebab cukup banyak bidan yang beroperasi di sana. Asal tahu saja, 90 persen kelahiran di kota-kota besar lebih banyak ditangani bidan daripada dokter kandungan. Sebab, di samping tarifnya lebih murah, pendekatan yang dilakukan para bidan terhadap pasien biasanya lebih bersifat kekeluargaan ketimbang dokter.

Namun jangan salah, di daerah pedesaan, di mana peran bidan sangat dibutuhkan, jumlah mereka justru minim sekali. ”Di Papua misalnya, dalam empat desa hanya ada satu bidan. Padahal idealnya setiap desa harus ada satu bidan,” papar Wastidar Musbir, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) kepada SH di Jakarta, Selasa(2/9).
Tidak heran kalau di sana para ibu hamil malas memeriksakan kandungan ke bidan. Bukan karena biayanya mahal atau bagaimana, namun transportasi menjadi kendala utama. ”Tarif periksa bidan di Puskesmas cuma Rp1.000, tapi ongkos transpornya bisa Rp20.000,” tambah Wastidar.
Padahal 80 persen penduduk Indonesia bermukim di sekitar 69.061 desa (Profil Kesehatan Indonesia 2000). Yang memprihatinkan, jumlah tenaga bidan di desa kian lama kian berkurang. Sejak diadakan program Bidan di Desa (BDD) tahun 1989, jumlah BDD justru terus menyusut. Dari 62.812 BDD di tahun 2000 menjadi 39.906 di tahun 2003. Hari ini ada sekitar 22.906 desa yang tidak lagi memiliki bidan.
Dengan kondisi ini dikhawatirkan masyarakat pedesaan harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapat akses pelayanan kesehatan. Namun yang jelas mereka akan kembali pada dukun bayi, pihak yang sejak dulu dipercaya sebagai penanganan prosedur kelahiran. Repotnya, masih banyak dukun bayi yang belum mahfum betul soal kebersihan, sehingga tak jarang kelahiran berakhir dengan kematian atau gangguan kesehatan pada bayi.
Salah satu upaya adalah dengan mengadakan pendampingan dukun bayi oleh para bidan agar mereka paham aspek-aspek kebersihan dan kesehatan.
Dengan fakta sedemikian minimnya tenaga bidan di pedesaan, tak heran kalau Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia cukup tinggi. Bahkan AKI di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara ASEAN, yakni 373 setiap 100.000 pada tahun 1997 dan terus meningkat menjadi 391 setiap 100.000 kelahitan pada 2002. Sementara berdasar Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 52,2 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyebab utama dari AKI dan AKB adalah pendarahan, eklamsia dan infeksi yang sebenarnya dapat cepat tertangani. Tentu saja angka-angka tersebut tidak akan sebanyak itu kalau saja jumlah bidan di pedesaan tercukupi. Walau di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan atau Surabaya mayoritas kelahiran bisa ditangani oleh bidan, tidak demikian halnya di daerah pedesaan. Ini terlihat dari data yang dirangkum Survei Ekonomi dan Sosial Nasional (Susenas) tahun 2001 yang memperlihatkan bahwa di pedesaan hanya 45,83 persen saja yang ditolong bidan. Sisanya persalinan lebih banyak dibantu oleh dukun atau bahkan tanpa bantuan siapa pun yang tentu saja akan sangat memungkinkan terjadinya AKI atau AKB.

Minim Fasilitas
Bagaimana Indonesia tidak kekurangan tenaga bidan kalau memang fasilitas yang diberikan pemerintah bagi profesi ini sangat minim sekali. Lulusan akademi kebidanan tidak bisa begitu saja diangkat menjadi pegawai negeri sehingga mereka harus melanjutkan kuliah lagi.
”Para bidan yang sudah lulus akademi sekarang lebih suka mengambil kuliah lagi, sebab dengan begitu bisa diterima menjadi pegawai negeri dengan gaji memuaskan,” tutur Wastidar. Maka itu sangat sedikit bidan yang selulus akademi sudi ditempatkan di desa terpencil. Selain mereka sering mengalami keterlambatan gaji, seringkali kesejahteraan warga desa juga tak mencukupi untuk membayar tarif bidan. Alhasil, bidan di desa terpencil harus ekstraprihatin. Apalagi sudah sejak tahun 2000 pemerintah menghapus program pemilihan bidan teladan. Otomatis tenaga bidan sekarang tidak lagi terlalu ”bersemangat” untuk berlaku teladan seperti masa lalu.
Wastidar juga menekankan, kendala lain yang membuat profesi bidan kurang diminati awam. Jenjang pendidikan untuk para bidan kini amat terbatas. Sampai sekarang strata pendidikan bidan belum ada yang mencapai S1. Pilihan bagi bidan hanya mencakup D3 atau D4. Sementara untuk meneruskan pendidikan ke luar negeri tentu butuh biaya besar. Jumlah Akademi kebidanan di seluruh Indonesia hanya 120 buah untuk jenjang D3 dan hanya empat untuk D4. Wastidar sangat berharap pemerintah mau sedikit memberi perhatian pada masalah pendidikan bidan ini demi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Bukan hanya masalah pendidikan saja yang membuat orang urung menjadi bidan. Mendung juga menerpa profesi ini setelah ditiadakannya penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Namun itu semua tidak menyurutkan semangat para bidan yang kini ada untuk terus mengemban tugasnya. Ini terbukti dari akan diselenggarakannya Kongres IBI yang ke-13 pada 7-11 September mendatang di Jakarta. Kongres ini akan diikuti oleh 1.600 perwakilan IBI di seantero Indonesia yang beranggotakan 76.000 orang di 30 provinsi. Kongres ini antara lain akan mensosialisasikan program Bidan Delima kepada anggotanya dan masyarakat luas.
Wastidar menjelaskan bahwa program ini merupakan upaya peningkatan kualitas para bidan. Program Bidan Delima mempunyai standar kualitas tersendiri yang proses manajemennya bertumpu pada kemandirian dan kemampuan sendiri. Ini bukan sekadar program biasa di mana para bidan yang mencalonkan diri akan mendapat fasilitas khusus dari IBI.(mer)

Bidan

Apa Ini / Itu ? ::

Apakah Yang Dimaksud dengan Kebidanan?

Kebidanan adalah bagian integral dari sistim kesehatan dan berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut pendidikan, praktek dan kode etik bidan dimana dalam memberikan pelayanannya mengyakini bahwa kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologi normal dan bukan merupakan penyakit, walaupun pada beberapa kasus mungkin berkomplikasi sejak awal karena kondisi tertentu atau komplikasi bisa timbul kemudian. Fungsi kebidanan adalah untuk memastikan kesejahteraan ibu dan janin / bayinya, bermitra dengan perempuan, menghormati martabat dan memberdayakan segala potensi yang ada padanya.

Apakah Yang Dimaksud dengan Praktek Kebidanan ?

Praktek Kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin / bayinya, masa antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan, bersifat holistik dan menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya, spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.
Praktek kebidanan bertujuan menurunkan / menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan, kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan ibu dan janin / bayinya.

Apakah yang Dimaksud dengan Asuhan Kebidanan ?

Asuhan Kebidanan: Adalah prosedur tindakan yang dilakukankan oleh bidan sesuai dengan wewenang dalam lingkup prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan, dengan memperhatikan pengaruh – pengaruh sosial, budaya, psikologis, emosional, spiritual, fisik, etika dan kode etik serta hubungan interpersonal dan hak dalam mengambil keputusan dengan prinsip kemitraan dengan perempuan dan mengutamakan keamanan ibu, janin / bayi dan penolong serta kepuasan perempuan dan keluarganya. Asuhan kebidanan diberikan dengan mempraktikan prinsip-prinsip bela rasa, kompetensi, suara hati, saling percaya dan komitment untuk memelihara serta meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin / bayinya.