PROGRAM KB DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Pasangan muda yang ingin memiliki anak, saat ini tentu harus memperhatikan banyak hal, seperti bagaimana kesehatannya, pendidikan serta masa depannya kelak. Semua itu berkaitan dengan faktor ekonomi, yakni beban biaya yang harus dikeluarkan.

Permasalahan mendasar seperti di atas, bukannya tidak diambil pusing oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui, sejak 1970, program Keluarga Berencana (KB) Nasional telah meletakkan dasar-dasar mengenai pentingnya perencanaan dalam keluarga. Intinya, tentu saja untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang berkaitan dengan masalah dan beban keluarga jika kelak memiliki anak.

Cukup mendasar apa yang telah dihasilkan oleh program KB. Berdasarkan catatan Survey Kesehatan dan Demografi Indonesia (SDKI), pada 1971 angka kelahiran total (TFR) mencapai 5,6 anak per wanita usia reproduksi. Saat ini, penurunannya telah mencapai 50 persen dari jumlah semula yakni sekitar 2,6 anak (SDKI 2002-2003). Demikian juga dengan jumlah akseptor KB, saat ini telah mencapai 60 persen dari jumlah penduduk atau sekitar140 juta penduduk Indonesia telah ber-KB.

Bukan hanya itu, keberhasilan program KB di Indonesia juga sangat dihargai oleh dunia Internasional. Hal itu dibuktikan dengan ditetapkannya Indonesia sebagai center of excellence di bidang kependudukan dan keluarga berencana.

Perspektif Islam

Pertanyaan besar kemudian muncul ketika program KB yang dilancarkan pemerintah tersebut bersinggungan dengan segi kehidupan beragama sebagian besar penduduk Indonesia, yakni Islam.

Dalam pandangan Islam sebagaimana difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Nasional MUI tahun 1983, KB dinilai sebagai suatu ikhtiar atau usaha manusia untuk mengatur kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum agama, Undang-Undang (UU) Negara dan moral Pancasila.

Untuk itu, dikatakan Ketua Umum MUI, KH. MA Sahal Mahfudz, Agama Islam membenarkan pelaksanaan KB untuk menjaga kesehatan ibu dan anak. “Dalam hal ini, supaya pendidikan anak terjamin demi terciptanya anak yang sehat, cerdas dan salih,” ujar Sahal Mahfudz.

Menuju generasi yang sehat, cerdas dan bertaqwa, tentunya bukan perkara mudah, karena harus didahului dari peran keluarga yang senantiasa sakinah, mawadah wa rohmah. Dalam hal ini, dijelaskan Sahal Mahfidz, keluarga yang sakinah, mawadah wa rohmah senantiasa mengutamakan terciptanya ketentraman dan kedamain dalam rumah tangga, hingga membangkitkan semangat untuk saling memadu keharmonisan dan kasih sayang diantara seluruh anggota keluarga.

Tentu saja, keluarga yang demikian, akan tercapai jika sebelumnya telah dipikirkan dan direncanakan apa saja diperlukan dalam membina hubungan harmonis dalam keluarga. “Pasangan yang bijak adalah pasangan yang merencanakan sebelumnya agar keluarga nantinya memiliki perbandingan antara kuantitas dan kualitas secara seimbang,” tambah Kiai Sahal.

Persoalan yang paling urgen dan kadang diperdebatkan dalam Islam mengenai KB, dikatakan Sahal, adalah soal penentuan jumlah anak. Ada sebagian kalangan yang menilai membatasi kelahiran dengan alasan takut tidak bisa menghidupi anak, tidak dibenarkan dalam Islam.

Mengenai hal itu, Sahal Mahfudz tidak membantah. Dalam kepercayaan Islam, rejeki memang telah ada yang mengatur. “Untuk itu, yang paling tepat adalah mengemukakan alasan kesehatan, dimana jika jarak kelahiran diatur, maka kesehatan istri yang berarti kesejahteraan keluarga, bisa lebih terjaga,” ujarnya.

Mengenai penjarakan kehamilan demi alasan kesehatan ini, dikatakan Sahal telah pula dilakukan di zaman Rasulullah SAW. Dalam masa itu, sebagaimana dikatakan dalam dua buah hadits yang diriwayatkan masing-masing oleh Bukhori dan Muslim, seorang sahabat Rasul mengaku telah melakukan azal, yakni mengeluarkan air mani di luar vagina istri atau yang lazim disebut saat ini sebagai senggama terputus, namun tidak dilarang oleh Rasul.

Kenyataannya memang demikian. Rasul tidak pernah melarang azal, sebauh metode KB yang tetap digunakan hingga saat ini. “Dengan demikian, tidak ada juga pelarangan bagi KB metode lain yang menggunakan alat, jika emang alasannya adalah mengatur jarak kelahiran dan perencanaan keluarga sejahtera dan berkualitas,” tambah Sahal.

Keluarga bekualitas memang sebuah kebutuhan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Pasalnya, dalam keluarga semacam itu, lahir generasi dengan harapan dan masa depan yang lebih baik. Lebih dari itu, keluarga berkualitas dalam program KB, dikatakan Sahal Mahfudz juga akan berdampak pada tercapainya tiga hal, yakni terpeliharanya kesehatan ibu dan anak, teejaminnya keselamatan jiwa dan kesehatan rohani ibu sejak hamil melahirkan, menyusui dan mengasuh anak.

Selain itu, ada juga jaminan terhadap terpeliharanya keselamatan jiwa, kesehatan jasmani dan rohani anak serta pendidikannya, disamping terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban memenuhi kebutuhan hidup keluarga. “Pasalnya, jangan sampai dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup keluarga, seorang ayah tega merampok atau membunuh demi uang,” tandas Sahal. (dian)

Satu Tanggapan

  1. aaaaaaaaaaaaaaa

Tinggalkan komentar